Restorative Justice dalam Background Study RPJMN 2020-2024
Jakarta (15/08) - Direktorat Hukum dan Regulasi mengadakan Focus Group Discussion (FGD) dalam rangka penyusunan Background Study RPJMN 2020-2024 yang diselenggarakan pada tanggal 15 Agustus 2018 bertempat di Hotel Java Heritage Purwokerto Jawa Tengah. Dalam FGD tersebut menghadirkan Dewa Putu Gede Kepala Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM Provinsi Jawa Tengah, Erwindu, S.H Kepala Kejaksaan Negeri Purwokerto ,Dr. Zainal Arifin Mochtar, S.H., LL.M dari Pusat Kajian Antikorupsi Fakultas Hukum UGM dan Prof. Dr. Hibnu Nugroho, S.H., M.H Guru Besar Hukum Acara Pidana Fakultas Hukum Universitas Jendral Soedirman. Dalam Paparan Erwindu, S.H Kepala Kejaksaan Negeri Purwokerto menyampaikan bahwa terdapat arahan pimpinan untuk menyelesaikan perkara yang mengedepankan Restorative Justice. Namun dalam implementasiannya masih terdapat perbedaan di setiap daerah. Kejaksaan saat ini berfokus pada asset recovery. Dalam penerapan Restorative Justice terdapat beberapa kendala seperti peraturan perundang-undangan yang tidak mendukung Restorative Justice. Dalam penanganan kasus korupsi terdapat kebijakan pimpinan kejaksaan yang menyatakan jika kerugian dibawah 100 juta dapat diselesaikan dengan mekanisme Restorative Justice dengan catatan seluruh nilai kerugian dikembalikan kepada negara.Selain menyampaikan pelaksaan dan kendala implemetasi Restorative Justice, disampaikan pelaksanaan diversi di daerah, anggaran di kejaksaan yang selalu sama untuk setiap penanganan perkara yang tidak mempertimbangkan beban perkara pada setiap daerahnya.
Dalam Paparan rof. Dr. Hibnu Nugroho, S.H., M.H Guru Besar Hukum Acara Pidana Fakultas Hukum Universitas Jendral Soedirman menjelaskan Kejaksaan dan Kepolisan menjadi core dalam penyelesaian pidana melalui Restorative Justice. Penerapan Restorative Justice sangat bergantung pada resources yang dimiliki oleh masing-masing pihak. Kapasitas penegak hukum menjadi penentu dalam upaya implementasi Restorative Justice. Implementasi Restorative Justice dapat dilaksanakan di Kepolisian dengan catatan pola pikir harus dibangun, aparat penegakan hukum tidak berpikir pemidanaan. Contoh Implementasi Restorative Justice misalnya saja untuk napi narkotika akibat overcrowding. Diperlukan koordinasi yang kuat dan kokoh antar Mahkamah Agung dan Ditjen PAS Kementerian Hukum dan HAM terkait pengawasan narapidana serta integrasi di lembaga penegak hukum yang harus kokoh.